Candi Kayen Sumbang Ilmu Arsitektur Bata

Soloraya Rent Car

batu-bata-merah-besarTemuan kaki candi peninggalan agama Hindu abad IX dan X di Kecamatan Kayen, Pati, Jawa Tengah, menyumbang ilmu arsitektur tentang bangunan bata kuno. Temuan itu sekaligus menambah referensi tentang sejarah penyebaran agama Hindu di pesisir utara Jawa.

Ketua Tim Penelitian Candi Kayen Balai Arkeologi Yogyakarta TM Rita Istari menyatakan hal itu di Pati, Jumat (20/7). Bersama Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah, tim meneliti dan mengekskavasi temuan itu pada 14-22 Juli.

Sebagian kaki candi itu ditemukan pada tahun 1979 oleh penduduk setempat. Namun, baru pada 2011, Balai Arkeologi Yogyakarta mulai melakukan penelitian dan ekskavasi. Di lokasi itu pula ditemukan arca Siwa Mahakala dari batu putih, kemuncak candi, darpana (bingkai cermin) dari perunggu, serta antefiks (hiasan candi).

Rita mengatakan, berdasarkan temuan kaki candi, candi itu dibuat dengan cara menyusun batu bata. Dua teknik menyusun yang dipakai adalah teknik gosod dan takik.

Teknik gosod adalah cara menempelkan bata dengan menggesek-gesekkan dua batu bata setengah basah. Batu bata itu akan mengeluarkan lumpur bata yang setelah kering bisa merekat.

”Adapun teknik takik merupakan cara menyambung atau memasang dua sisi bata mirip puzzle. Di satu sisi ada bagian yang menonjol dan di sisi lain ada bagian untuk memasukkan sisi yang menonjol itu,” kata Rita.

Ukuran besar
Menurut Rita, ukuran batu bata yang digunakan cukup besar, yaitu panjang 39 sentimeter, lebar 25 sentimeter, dan tinggi 10-11 sentimeter. Melihat bentuk bata yang simetris, kemungkinan batu bata itu dicetak menggunakan cetakan kayu.

Bangunan candi batu bata itu juga memperkaya sejarah penyebaran agama Hindu di pesisir utara Jawa Tengah. Selama ini, mayoritas candi Hindu terdapat di dataran tinggi karena Hinduisme menghormati gunung.

”Kami juga memperkirakan lokasi temuan itu adalah desa Hindu kuno. Istilah-istilah kuno masih dikenal masyarakat setempat, seperti toyaning atau sumber air, batanan atau kawasan candi bata, dan momahan atau pasar. Namun, hal itu masih perlu dibuktikan dengan penelitian lanjutan,” ujar Rita.

Warga setempat sekaligus penemu candi, Nur Rochmat (37), berharap Pemerintah Kabupaten Pati mengembangkan lokasi itu sebagai tujuan wisata. Warga telah meminta agar temuan kaki atau dasar candi itu dibuka, tidak ditutup tanah lagi.

”Pembukaan lokasi candi sebagai tempat wisata dapat menambah pemasukan masyarakat. Namun, jika lebih penting untuk kegiatan penelitian, harus diatur secara jelas,” katanya.

kompas.com

Bagikan: